Resensi Novel “Gajah Mada”
Resensi Novel “Gajah Mada” - Sejarah dan karya tulis seolah seperti satu kesatuan yang tidak terpisahkan, begitu pula saat membaca kisah sejarah yang dikemas dalam bacaan ringan namun serius, hal ini akan menjadi hal yang menyenangkan. Selain itu, akan memberi daya tarik tersendiri bagi kaum muda untuk penasaran bagaimana sebuah kisah sejarah pada suatu bangsa. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ‘sejarah sebagai guru kehidupan’. Sososknya mampu memberikan ilmu pencerahan, sehingga pembacaan atas sejarah bisa mempertemukan manusia dengan segala kearifannya. Begitu pula dalam novel sejarah yang ditulis Langit Kresna Hariyadi, meskipun merupakan pencampuran dengan sebuah ide fiksi, namun mampu memberikan imajinasi dan melambungkan penggambaran apa yang terjadi saat itu.
Sejarah dan fiksi seolah menjadi dua hal besar, penting, terkadang memiliki sifat yang ekstrem, bahkan tidak masuk akal. Begitu pula dalam kisah Gajah Mada dan Majapahit, seperti dua hal menjadi satu yang terikat dalam satu ikon yang selalu hadir dalam pentas sejarah panjang perjalanan kisah bangsa ini. Kisah menarik ini sengaja dituliskan oleh penulis (Langit Kresna Hariadi) dengan memunculkan fakta sejarah yang ditautkan dalam sebuah kisah fiksi sehingga kemudian lahir epos dengan judul “Gajah Mada”.
Novel “Gajah Mada” |
“Gajah Mada” dalam novel ini sengaja dihadirkan penulis dengan segala sepak terjangnya, ditambah dengan kisahnya yang mampu memimpin pasukan kecil Bhayangkara dengan segala keuletannya, sekaligus mengajak kita melakukan perjalanan wisata di masa lampau yang dihadirkan dalam sebuah istana seolah membangun imajinasi bagaimana bentuk istana menjadi suatu penasaran tersendiri.
Identitas Buku:
- Judul: Gajah Mada.
- Penulis: Langit Kresna hARIADI
- Penerbit: Tiga Serangkai.
- Tahun terbit : Cetakan ke-1 Desember 2004 dan Cetakan ke-9 April 2008.
- Tebal buku: 582 halaman.
- ISBN: 978-668-558-2.
Resensi Buku “Gajah Mada”
Gajah Mada dan Majapahit menjadi sebuah kisah sejarah, meskipun dikemas dalam novel fiksi, namun kisahnya tetap menarik. Novel Gajah Mada ini membawa kita pada sebuah kisah pada Jaman Pemerintahan Jayanegara dengan nama kecilnya Kalagemet. Namun pemerintahan yang dipimpin Jayanegara tidak berjalan mulus, dimana terdapat pemberontakan besar disepanjang sejarah Kerajaan Majapahit, yang didalangi oleh Dharmaputra Winehsuka, antara lain Ra Pangsa, Ra Banyak, Ra Yuyu, Ra Tanca dan Ra Kuti sebagai pemimpin pemberontakan. Dengan kemampuannya berdoplimasi, Ra Kuti mampu menarik Temenggung Pujut Luntar sebagai pemimpin pasukan Jala Ranggana untuk mendukung pemberontakan tersebut.
Pada akhirnya, makar yang dipimpin Ra Kuti ini mampu menguasai istana yang memaksa Sang Prabu Jayanegara harus diungsikan oleh Bhayangkara yang dipimpin Bekel Gajah Mada (meskipun berpangkat bekel, yang merupakan pangkat terendah dalam kemiliteran Majapahit). Dalam pelarian dan pengungsiannya tersebut, Prabu Sri Jayanegara dikawal dan dilindungi Pasukan Bhayangkara. Rencana pengungsian yang diharapkan ternyata tidak berjalan lancar, sebagaimana dalam sebuah perang, masih ada juga orang yang dulunya setia tertarik dengan iming-iming yang dijanjikan musuh, dan hal ini terjadi juga pada Pasukan Bhayangkara yang dipimpin Gajah Mada, terdapat telik sandi (mata-mata) di dalam pasukan Bhayangkara. Karema alasan inilah yang membuat Gajah Mada harus mengawal sendiri Sang Prabu, yaitu Jayanegara.
Baca juga: Resensi Novel “Ketika Cinta Bertasbih – Buku 1 Dwilogi Pembangun Jiwa”.
Satu persatu telik sandi Ra Kuti bisa dilumpuhkan oleh Gajah Mada, begitu pula saat membawa Prabu Jayanegara untuk menghindari kejaran pasukan Ra Kuti yang membawa Prabu Jayanegara sampai ke Kudadu yaitu dareah pegunugan kapur. Dengan kecerdikannya, Gajah Mada mampu mengungkap siapa telik sandi yang tega memfitnah Mahisa Kingkin, dan membuatnya harus tewas ditangan Gagak Bongol, dan juga dengan sigap mampu membuka kedok Singa Parepen, seorang telik sandi Ra Kuti yang pintar menutupi rahasia dan jati dirinya.
Pada akhirnya, kemenangan berada di pihak Prabu Jayanegara, dengan berbagai taktik, pasukan Bhayangkara dan ditambah pasukan yang masih setia dengan Prabu Janegara, kembali bisa menguasai istana, dan mengembalikan takhta pada pangkuan Sang Parbu Jayanegara. Namun dengan berjalannya waktu Prabu Jayanegara harus menderita sakit dan mati ditangan Ra Tanca seorang tabib yang kebal racun, dan pada akhirnya Ra Tanca juga mati dibunuh Gajah Mada.
Novel “Gajah Mada” |
Kelebihan Novel “Gajah Mada”
Sebagai novel yang mengangkat kisah sejarah, bisa dikatakan novel ini sangat menarik, Anda seolah-olah dibawa masuk pada sebuah kisah sebenarnya, dan yang menarik novel ini memberikan kisah positif dalam kehidupan, seperti keberanian, tanggung jawab, kesetiakawanan dan kepemimpinan.
Kekurangan Novel “Gajah Mada”
Pada intinya tdak terdapat kekurangan dalam novel ini, mulai dari pemilihan kata termasuk alur cerita semuanya menarik, sehingga bisa dikatakan tidak ada kekurangan dalam novel Gajah Mada ini.
Itu dia, sedikit resensi novel “Gajah Mada”, semoga bermanfaat, menghibur dan menginspirasi kita semua.
Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel “Gajah Mada”"
Posting Komentar