Desa Adat Penglipuran, Tujuan Wisata Menarik Setelah Pandemi
Wabah pandemi Covid-19 yang menyerang seluruh dunia, tidak terkecuali dengan Indonesia, telah memporak porandakan segalanya, tidak terkecuali, termasuk sektor pariwisata. Namun, semangat optimis bangkit dari keterpurukan membuat kita semua yang peduli dengan bangkitnya ekonomi, khususnya sektor pariwisata membuat kami membuat sedikit uraian dan tulisan tentang berbagai tempat yang bisa menjadi tujuan wisata. Salah satunya adalah Desa Adat Penglipuran, tujuan wisata menarik setelah pandemi, apalagi dengan tempatnya yang asri dan menarik.
Saat ini sejak adanya penurunan penyebaran wabah ini, semua sektor juga mulai berbenah, begitu pula dengan sektor pariwisata, namun tetap menjalankan prokes (protkol kesehatan) menjadi hal utama dan sangat penting sebagai persyaratan tempat wisata ini bisa dibuka.
Mengapa Memilih Desa Adat Penglipuran?
Indonesia memang memiliki banyak tujuan wisata menarik, mulai dari wisata alam, wisata sejarah, dan masih banyak tempat wisata menarik di Indonesia. Tapi diantara tujuan wisata, maka Bali menjadi salah satu tempat wisata yag tidak ada duanya, bahkan dunia atau luar negeri mengakui Bali sebagai pilihan tujuan wisata favorit dunia.
Foto: diwiratravel. |
Kalau Anda mencari tujua wisata yang berbeda namun tetap di Bali, maka Desa Adat Penglipuran bisa menjadi alternatif pilihan. Tertarik dengan informasi yang disampaikan kawan-kawan seiring dengan keinginan untuk bisa berwisata dan ditunjang dengan informasi yang disampaikan oleh I Gede Agung Yudana, tentang Desa Adat Penglipuran yang pernah dimuat dalam Tabloid Intisari Edisi No. 567, membuat saya dan beberapa teman-teman tertarik untuk memasukkan desa adat ini sebagai tujuan wisata kami.
Mengapa memasukkan Desa Adat Penglipuran sebagai tujuan wisata atau traveling selanjutnya? Jawabannya sangat sederhana “Harmonis”, ya benar, Desa Adat Penglipuran adalah desa yang sangat tertarur, bahkan serba teratrur. Inilah yang akan Anda lihat dan rasakan begitu masuk desa ini. Tentu saja lokasi ini berada di Desa Adat Penglipuran, Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Nama Penglipuran, menurut penuturan para Tetua Adat, berasal dari kata penglipur yang berarti menghibur, namun ada pula yang mengatakan, Penglipuran berasal dari kata ‘pangeling’ dan ‘pura’. Pangeling berarti ingat dan pura diartikan sebagai rumah, sehingga bila digabung berarti ingat kepada tanah leluhur.
Harmonisasi dalam Desa Adat Penglipuran
Bisa diakui keteraturan menjadi hal utama yang bisa dilihat dengan jelas di Desa Adat Penglipuran. Tata ruang yang sagat teratur ini tidak lepas dari konsep yang sangat dijunjung tinggi yaitu ‘Tri Hita Karana’.
Baca juga: Candi Ijo, Candi dengan Sunset Keren di Jogja.
Tri Hita Karana adalah konsep yang meliputi hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan atau alam. Secara makro, konsep ini bisa dilihat dari tata ruang desa adat yang terbagi atas utama mandala (pura desa yang berada di sebelah utara), madya mandala (areal pemukiman) dan nista mandala (kuburan, dan lain-lain yang berada di sebelah selatan).
Utama mandala adalah sebagai tempat untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan Tuhan, sedang madya mandala sebagai tempat untuk harmonisasi hubungan manusia dengan manusia, dan nista mandala sebagai tempat untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam.
Ciri Khas Desa Adat Penglipuran
Tata ruang yang teratur tersebut sangat tampak pada penataan ketiga mandala yang sangat rapi. Secara mikro, konsep yang teratur tersebut juga dapat terlihat dari tata ruang pemukiman warga, dan pengaturannya membentang dari timur sampai ke barat. Pada bagian paling depan pemukiman juga ditempatkan pura keluarga (sanggah atau merajan), sebagai bagian utama mandala. Begitu masuk ke dalam terdapat dapur (utara, madya mandala) dan bale sakenem. Sedangkan pada bagian belakang pekarangan terdapat loji/bale dauh atau rumah dan fasilitas pendukungnya, seperti toilet, tempat untuk menjemur pakaian dan kandang (nista mandala). Penataan ini hanya dilakukan untuk pemukiman warga yang berada di sisi barat jalan utama desa.
Foto: thebalibible.com |
Diantara berbagai hal tentang Desa Adat Penglipuran, maka terdapat ciri khas yang sangat menarik, yaitu dapur dan angkul-angkul (gerbang masuk rumah). Aturan adat yang disebut dengan awig-awig, mengharuskan warganya untuk membuat dapur dengan dinding anyaman dan beratap sirap bambu, begitu pula dngan angkul-angkul yang harus beratap sirap bambu. Keberadaan angkul-angkul ini mnjadikan desa adat ini menjadi sangat menarik dan sangat nyaman dilihat.
Menarik bukan? Tentu semakin membuat penasaran. Semoga informasi tentang “Desa Adat Penglipuran, tujuan wisata menarik setelah pandemi” bermanfaat dan menjadi referensi bagi Anda yang masih bingung mencari tujan wisata menarik setelah pandemi.
Belum ada Komentar untuk "Desa Adat Penglipuran, Tujuan Wisata Menarik Setelah Pandemi"
Posting Komentar