Resensi Novel “Lelakon”
Hidup adalah sebuah kisah yang harus dijalani manusia dengan berbagai ceritanya, dan hal ini pula yang mendorong seorang penulis untuk bisa menghasilkan karyanya yang terbaik dengan mengambil cerita yang terjadi dalam kehidupan manusia sehri-hari. Begitu pula dengan Lan Fang, seorang penulis novel senior yang berani mengungkapkan isi hatinya atas yang terjadi sehari-hari, dalam lingkungan yang paradoks, harus pintar dalam meramu diri dan mengolah kepribadian untuk bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Untuk itulah, resensi novel “Lelakon” ini sengaja disampaikan untuk bisa memberikan sedikit gambaran tentang isi novel tersebut.
Benar saja kalau banyak yang menyebut dunia adalah panggung sandiwara. Hal ini juga yang menjadikan Lan Fang seorang novelis asal Surabaya yang berani menyuarakan isi hatinya, dengan novel yang menarik, dengan novel yang ditulis tanpa membuat sebuah jawaban, tidak menggurui, tidak memberikan kesimpulan, namun justru memberikan pertanyaan, dan juga memberikan ruang terbuka untuk kontemplasi bagi para pembacanyya, yang sebenarnya adalah representasi dari sebuah kehidupan nyata.
Identitas Buku:
Judul: Lelakon.
Penulis: Lan Fang.
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tahun terbit: September 2007.
Tebal buku: 272 halaman.
ISBN: 978-979-22-3220-2.
Resensi Buku “Lelakon”
Sungguh menarik penggambaran manusia yang digambarkan oleh novelis Lan Fang ini. Manusia digambarkan sebagai mahluk yang paradoks, bahkan tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam novel ini tidak ada satu pun yang protogonis, dengan sedikit sisi baik dan sisi buruk kemudian bisa berganti rupa, yang bisa memunculkan pada sebuah kesimpulan utama.
Novel ini seperti halnya kisah filsafat yang harus dicerna dengan hati lebih dalam, hal ini ditunjukkan pada tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam novel ini, dengan nama yang tidak lazim dan serasa asing didengar dengan cerita yang tidak biasa.
Baca juga: Resensi Novel “Di Bawah Langit”.
Tokoh Mon dimunculkan sebagai sosok wanita tukang kocok kartu yang berkenalan dengan Untung, tukang tagih utang anak buah dari Pak Lolok. Loncat dari kisah Mon, langsung bercerita pada kisah Untung, yang hidupnya tidak beruntung. Untung adalah anak hasil perselingkuhan antara Mintul dan pacarnya dan mengkhianati suaminya yang sudah tua renta, bernama Kisun. Sedangkan sosok Kisun, diceritakan sebagai orang yang dimasa lalunya mengkhianati istrinya, sampai hartanya habis diporotin istri mudanya, namun kisah Kisun sangat tragis, karena istri mudanya berselingkuh dengan mandor. Kisun yang merana akhirnya menikahi Mintul yang miskin untuk mengurusnya dan delapan anaknya.
Sedangkan Mon disampaikan dalam novel ini sebagai sosok wanita yang penuh harapan, penuh mimpi dengan segala ceritanya. Bagaimana sosok Mon hidup di rumahnya dengan nama ‘Tanda Tanya’, bagaimana kisah hilangnya jari Mon yang hilang, semua dikisahkan dengan cerita yang lugas didalam novel ini.
Kelebihan Novel “Lelakon”
Sebenarnya novel ini seperti membaca novel filsafat, yang membacanya harus ditelaah dengan jeli. Atau seperti membaca filsafat Arthur Schopenhauer dalam bentuk prosa, yang mengatakan bahwa esensi manusia adalah kehendak buta. Sehingga tabiat manusia adalah homo homini lupus.
Secara tidak langsung novel ini memberikan sisi positif, bahwa dalam kehiduan nyata, kita harus berteman dengan orang-orang yang baik. Hindarilah orang-orang yang dalam hidupnya selalu dipenuhi dengan siasat, pengkhianatan dan saling menutupi kesalahan dengan tujuan untuk mengelabui demi kepentingan sesaat.
Kekurangan Novel “Lelakon”
Meskipun novel ini disampaikan dengan cerita yang lugas, novel ini menjadi tidak cocok bagi anda yang ingin memahami kisah cerita dengan cepat, karena secara tersirat kisah ini dipenuhi cerita filsafat, sehingga untuk memahaminya harus dipahami secara utuh dan tidak bagian per bagian.
Itu dia, sedikit resensi novel “Lelakon” karya Lan Fang, semoga bermanfaat, menghibur dan menginspirasi kita semua.
Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel “Lelakon”"
Posting Komentar