Resensi Novel “Nawang”
Hidup memang selalu memiliki jalannya sendiri, begitu pula dengan kisah hidup orang-orang dalam kehidupan tersebut. Seperti layaknya mimpi saat seorang anak yang sudah terbiasa hidup mapan dalam keluarga kaya ternyata karena cinta, lebih memilih hidup dalam keterbatasan dan memilih menikah dengan pemuda miskin, itulah sedikit kisah dalam novel dengan judul “Nawang”. Tidak ada yang sempurna, begitu pula dalam novel berjudul Nawang ini seolah memberikan sedikit isi tentang sekelumit kisah hidup manusia. Untuk itulah resensi novel “Nawang” ini disampaikan.
Kepiawaian penulis, Dianing Widya Yudhistira, seorang novelis asal Batang, Jawa Tengah mengambil tema kehidupan sehari-hari yang dikemas dengan apik dalam sebuah novel yang menceritakan kehidupan sehari-hari keluarga Nawang, membuat novel ini hidup.
Identitas Buku:
Judul: Nawang.
Penulis: Dianing Widya Yudhistira.
Penerbit: Republika.
Tahun terbit: Cetakan pertama Mei 2009.
Tebal buku: 216 halaman.
ISBN: 978-979-1102-53-7.
Resensi Buku “Nawang”
Pengalaman buruk atau bahkan kisah hidup seseorang bisa menjadi pengalaman luar biasa, sehingga seseorang tersebut berlaku sedemikian rupa dalam hidupnya. Begitu pula yang dialami Nawang. Pengalaman yang terjadi dan dialami Nawang bersama keluarganya membuat Nawang tidak ingin menjadi seorang pedagang, apalagi menjadi seorang petani, seperti orang tuanya. Nawang khawatir dengan hidupnya yang membuatnya miris atas pengalaman hidup yang terjadi selama ini.
Apalagi dengan pengalaman buruk yang sering dialami kedua orang tuanya yang selalu ditimpa kesialan, membuat Nawang bercita-cita bersekolah setinggi mungkin dan menjadi sarjana. Semangat dan motivasi luar biasa dan juga menjadi perempuan yang diperhitungakan, sehingga tidak menjadi kebanyakan perempuan di kampungnya menjadi batu pendorong Nawang untuk mencapainya. Nawang sampai akhirnya berumpah tidak akan kembali pulang kekampungnya.
Baca juga: Resensi Novel “Di Bawah Langit”.
Kisah hidup yang dialami Nawang, adalah sebuah kisah yang sering terjadi dan dialami dalam kehidupan sekitar kita, bahkan bisa dikatakan apa yang terjadi dan dialami keluarga Nawang seperti cerita dalam sinteron. Mulai dari pernikahan orang tuanya yang tidak disetujui nenek dari Mak Nawang, adik bungsu Nawang ‘Subur’ yang babak belur dikeroyok orang, meninggalnya Subur, sampai dengan toko bapak yang ada di pasar yang sedang maju pesat hilang dalam sekejap. Dan membuat keluarga Nawang, mulai dari mak, bapak, Palupi harus benar-benar berjuang keras untuk menghadapi hidup, atas segala persoalan yang mendera.
Dan puncak kemalangan Nawang, saat harus pulang ke rumah karena bapak meninggal, namun harus diuji dengan segala masalah yang harus dihadapi.
Kelebihan Novel “Nawang”
Novel ini memberikan sisi positif yang menarik, yang ditunjukkan pada tokoh utama, yaitu Nawang, yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang sarjana di universtas ternama di Semarang, meskipun dalam mencapai tujuan diperantauan, Nawang banyak mengalami ketidakadilan gender, baik secara streotip, kekerasan dan subordinasi.
Novel karya Dianing Widya Yudhistira ini mengandung unsur pendidikan dan mengajarkan agar tidak mudah menyerah dalam mewujudkan impian. Selain itu, novel ini bisa memotivasi kaum perempuan yang sedang mengalami masalah, seperti ketidakadilan gender, agar tidak mudah menyerah dalam mengejar cita-cita dan impian.
Kekurangan Novel “Di Bawah Langit”
Sebagai novel yang sedikit banyak memberikan sisi perjuangan dari seorang perempuan, pada intinya novel ini memberikan sisi positif, khususnya dalam memotivasi perempuan untuk bangkit, namun terdapat sedikit kelemahan pada sisi akhir cerita tentang kelanjutan cerita, saat Nawang harus pulang ke Batang, entah hubungannya dengan Fauzi atau apakah Nawang harus menetap kembali ke Jakarta.
Itu dia, sedikit resensi novel “Nawang” karya Dianing Widya Yudhistira, semoga bermanfaat, menghibur dan menginspirasi kita semua.
Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel “Nawang”"
Posting Komentar