Resensi Novel “Eat, Pray, Love”
Makna hidup, pencarian dan perjalanan panjang menjadi inti dari buku atau novel legendaris kali ini. ‘Eat, pray, love’ seolah menjadi goresan hati penulisnya, yaitu Elizabeth Gilbert dalam melakukan perjalanan panjang mencari kedamaian hati. Begitu banyak buku dan novel yang ditulis namun jarang yang memberikan sebuah ungkapan hati secara jujur tentang kehidupan pribadinya. Melalui resensi novel ‘Eat, Pray, Love’, Anda akan diajak kembali memutar memory Anda tentang buku yang mungkin saja pernah Anda baca.
Ada apa dengan hidup? Tentu setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam memaknainya, bahkan bukan itu saja, cara orang dalam menjalani hidup pun berbeda-beda. Sama dengan Elizabeth Gilbert, yang membedakannya dengan orang lain, adalah kalau Liz karena memilikinya uang yang cukup bisa menyalurkan masalahnya dengan mencari arti hidup sampai ke tiga negara, tentu hal berbeda kalau yang mengalaminya orang biasa.
Identitas Novel :
Judul: “Eat, Pray, Love”
Penulis: Elizabeth Gilbert.
Penerbit: Abdi Tandur.
Alih bahasa: Silamurti Nugroho.
Tahun terbit: Cetakan I, 2007.
Tebal buku: 402 halaman
ISBN: 979-3047-60-7.
Resensi Buku “Eat, Pray, Love”
Apa esensi dari sebuah buku yang ditulis olehseorang Elizabeth Gilbert? Ya, intinya adalah sebuah pencarian makna hidup yang dilakukan seorang wanita yang mencari segalanya di Italia, India dan Indonesia.
Memasuki usia tiga puluh tahunan, Elizabeth telah memiliki segalanya, tentunya semua yang diinginkan oleh seorang wanita Amerika modern dan terpelajar, ambisius, yaitu suami, rumah, karir yang cemerlang. Namun hal ini tidak memberikan suatu kepuasan bagi dirinya, namun malah membuat dirinya panik, sedih dan juga bimbang. Dan hal terparah adalah munculnya perceraian, depresi dan kegagalan cinta, begitu pula dengan kehilangan pegangan akan arah hidupnya.
Baca juga: Resensi Novel “Pulau Dokter Moreau”.
Untuk memulihkan rasa yang menyakitkan tersebut, maka pada akhirnya Elizabeth membuat keputusan dan langkah yang radikal. Tentu saja hal ini berhubungan dengan pencarian akan jati dirinya, yang memuat Elizabeth menjual semua miliknya, meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan orang-orang yang dikasihaninya dan memulai satu tahun perjalanan keliling dunia seorang diri.
‘Eat, Pray, Love’ adalah catatan kejadian di tahun pencarian tersebut. Keinginan Eizabeth Gilbert mengunjungi tiga tempat tersebut dimana dirinya bisa meneliti satu aspek kehidupannya, dengan latar belakang budaya yang secara tradisional telah mewujudkan aspek kehidupan tersebut dengan sangat baik.
Di Italia, Elizabeth belajar seni menikmati hidup, belajar bahasa Italia dan merajut kegembiraan dengan menambah berat badannya sebanyak dua puluh tiga pound.
India menjadi negara untuk belajar seni berdevosi, dengan bantuan seorang guru setempat dan juga seorang dari Texas yang bijaksana, dan memulai empat bulan penuh dengan disiplin dalam ekspolarasi spiritual.
Dan kunci terletak di Indonesia, yang akhirnya menemukan tujuan hidupnya, yaitu sebuah keseimbangan, yaitu bagaimana membangun hidup yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan kebahagiaan surgawi. Elizabeth mencari jawaban atas pertanyaan tersebut di pulau Bali, dan pada akhirnya menjadi murid dari seorang dukun tua dari generasi ke sembilan dan juga pada akhirnya jatuh cinta dengan cara yang sangat indah dan tidak direncanakan.
Kelebihan Novel “Eat, Pray, Love”
Bahwa segalanya bisa terjadi termasuk dengan apa yang terjadi pada Elizabeth Gilbert, inti pencarian hidup terletak pada cara menghadirkan sebuah keseimbangan dalam hidup. Begitu pula dalam buku ini yang menceritakan sebuah riwayat hidup yang disajikan dengan gamblang, bijaksana, menggetarkan dan juga cerita lucu tentang arti pencarian diri.
Buku ini juga menggambarkan sebuah perjalanan hidup yang bisa terjadi ketika seorang wanita tidak hidup sesuai dengan aturan yang ada dalam masyarakatnya.
Itu dia sedikit resensi novel “Eat, Pray, Love” karya Elizabeth Gilbert, semoga bermanfaat dan menghibur kita semua.
Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel “Eat, Pray, Love”"
Posting Komentar