Resensi Novel “Jangan Miringkan Sajadahmu!”
Hidup adalah sebuah perjalanan. Di dalam hidup tidak ada yang selalu mulus, selalu ada ujian dan cobaan. Bahkan dalam sebuah keluarga kecil pun, yang hanya berdua saja suami dan istri juga terdapat ujian yang harus dihadapi dengan sabar. Begitu pula dalam sebuah novel yang bisa dikatakan sebagai novel hikmah ini yang sedikit banyak memberikan pelajaran hidup luar biasa bagi para pembacanya. Dengan setting di desa kecil dengan aura alam yang damai menjadikan bayangan indah suasana desa menjadi menyenangkan, meskipun hal tersebut berbanding terbaik dengan isi cerita novel ini. Resensi novel “Jangan Miringkan Sajadahmu!”, sengaja ingin memberikan gambaran sekilas isi cerita di balik novel bagus tersebut.
Berbicara tentang novel atau pun buku cerita lainnya, buku karya Muhammad B. Anggoro menjadi salah satu buku yang mudah dipahami dengan bahasa yang lugas dan sederhana. Bahkan pembaca akan sangat mudah memahami dan mudah mengikuti isi cerita novel ini.
Identitas Buku:
Judul: Jangan Miringkan Sajadahmu!
Penulis: Muhammad B. Anggoro.
Penerbit: DIVA Press.
Tahun terbit: Cetakan pertama Oktober 2008.
Tebal buku: 418 halaman.
ISBN: 978-979-9635-52-5.
Resensi Buku “Jangan Miringkan Sajadahmu!”
Sepertinya bisa menahan diri dengan sabar menjadi inti cerita dari kisah Jati dan Nastiti yang ada di novel ini. Namanya hidup pasti banyak ujian, apalagi saat orang tua sudah beranjak usia sepuh atau renta, tentunya akan membutuhkan kesabaran luar biasa dalam merawatnya. Dan hal ini pula yang menjadi sebab musabab mengapa sampai terjadi pertengkaran antara suami istri yang terhitung masih sangat muda, saat bapak mertua Nastiti yang cenderung dianggap Nastiti mengganggu kehidupan mereka berdua.
Entah ketidak sabaran, atau kurang pandainya menahan ego menjadi penyebab utama perpisahan antara Jati dan Nastiti meskipun dua anak manusia ini masih sangat mencintai dengan timbulnya talak ketiga pada Nastiti.
Baca juga: Resensi Novel “Eat, Pray, Love”.
Bahkan meskipun segala upaya yang dilakukan Jati agar mereka bisa kembali bersatu, tetap tidak bisa dilakukan, karena hal ini akan melanggar aturan syariat Islam. Segala upaya dilakukan Jati, sampai pada akhirnya Jati menghadap Pak Kiai agar bisa membantunya, namun tetap saja, Syariat tetap Syariat, bahkan Pak Kiai sampai berkata “Nggak bisa, Jat! Walau kamu menangis darah sekalipun, nggak mungkin kamu bisa langsung menikahi istrimu lagi. Kecuali jika istrimu sudah menikah lagi dengan laki-laki lain, itu pun kalau suami baru istrimu itu mau menceraikan istrimu. Kalau tidak, kamu ya tetap tidak bisa menikahi istrimu lagi, Jat, seumur hidupmu…!”
Dan itulah, meskipun sudah disampaikan mereka tetap tidak bisa bersatu, dan bisa dibayangkan bagaimana rasanya bila sepasang suami istri yang shalih-shalihah, hanya dikarenakan emosi sesaat, terlontar talak ketiga? Maka, jatuhlah talak yang penuh nafsu emosi tersebut, dan terpisahlah cinta dan kasih yang sudah dirajut selama ini. Dan demi syariah, maka harus ada laki-laki lain yang menyelai cinta suci mereka berdua. Demi syariah yang sudah ditetapkan Alla SWT, Nastiti menerima sosok Hafidz dalam kehidupan mereka.
Namun rupanya harga diri, emosi, cinta, cemburu, nafsu, rasa sesal, dan juga rasa takut kehilangan membuat Jati terbawa dalam hidup yang tidak jelas, meskipun ada sosok yang sangat menyayangi Jati. Namun cinta Aini bertepuk sebelah tangan. Rasa cemburu pada Hafidz, ditambah akan lahirnya sosok bayi dalam perut Nastiti menjadikan rasa sakit terpendam dalam diri Jati, yang pada akhirnya membawa cerita sedih di akhir cerita yaitu meninggalnya Jati dalam kesedihan yang tidak berujung.
Kelebihan Novel “Jangan Miringkan Sajadahmu!”
Novel ini memberikan sebuah hikmah dan pelajaran luar biasa bagi siapa pun, yaitu jangan terburu menilai sesuatu atau membuat keputusan yang terburu-buru yang pada akhirnya menimbulkan rasa penyesalan yang tidak ditebus dengan suatu apa pun.
Begitu pula dalam kisah cinta Jati dan Nastiti seperti yang disampaikan Akhmad Muhaimin Azzet, seorang editor, penyair dan sastrawan, yang mengatakan, “Mengerikan sekali membayangkan jatuhnya talak tiga gara-gara emosi sesaat. Hasilnya secara syariat, harus ada lelaki lain yang mengawini istri tercinta. Sementara mereka masih saling sangat mencintai.”
Itu dia, sedikit resensi novel “Jangan Miringkan Sajadahmu!” karya Muhammad B. Anggoro, semoga bermanfaat, menghibur dan menginspirasi kita semua.
Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel “Jangan Miringkan Sajadahmu!”"
Posting Komentar