Hewan Coba
Pasti Anda pernah melihat hewan berwarna putih di sebuah laboratourium, entah tikus, kelinci dan berbagai hewan berwarna putih. Itulah yang disebut dengan ‘hewan coba’. Ternyata hewan ini memiliki jasa yang besar bagi kepentingan umat manusia. Berkat keberadaan hewan-hewan ini, para ilmuwan bisa menemukan obat-obatan.
Dengan obat-obatan yang ditemukan tersebut, manusia bisa melawan penyakit, memperpanjang umur, sampai mempercantik diri. Tentu saja sebelum manusia mengenal tentang ilmu kedokteran, fungsi binatang ini hanya sebatas sebagai mata rantai makanan yang berada di bawah manusia. Dengan tombak dan panah manusia membunuh hewan-hewan ini, kemudian mengambil dagingnya untuk dimakan dan bagian tubuh lainnya untuk keperluan hidup yang lain.
Asal-usul Pemakaian Hewan Coba
Terdapat banyak catatan dan literatur yang mencatat awal mula penggunaan hewan ini sebagai hewan coba, salah satunya yang ditulis oleh M. Sholekhudin yang pernah dimuat dalam Majalah Intisari Edisi No. 520, yang menyebutkan bahwa pemanfaatan hewan sebagai objek percobaan sudah dimulai saat manusia mulai mengenal ilmu kedokteran.
Pada abad ke-2 Masehi, Claudius Galenus, dokter Romawi yang dikenal sebagai Bapak Bedah, mempelopori pemanfaatan hewan sebagai objek penelitian kedokteran. Saat itu, aturan gereja melarang segala bentuk autopsi jasad manusia. Maka untuk melakukan penelitian anatomi, Galenus membedah tubuh babi dan kambing.
Hewan coba (Foto: sciencenordic.com) |
Dengan berkembangnya ilmu kedokeran, maka pemanfaatan hewan sebagai objek percobaan juga semakin berkembang, bahkan saat ini penelitian obat nyaris tidak bisa dipisahkan dari penggunaan hewan coba, yang bertujuan untuk menguji apakah suatu obat tersebut beracun atau berkhasiat, maka obat tersebut lebih dulu diberikan pada hewan coba.
Jika pada hewan coba terbukti berhasil, memiliki khasiat, dan tidak beracun, maka obat tersebut baru diuji cobakan pada manusia.
Terdapat jenis hewan yang sering dimanfaatkan sebagai hewan coba, seperti kelinci, tikus putih, mencit (hewan yang mirip tikus namun lebih kecil), monyet, anjing dan masih banyak jenis hewan yang bisa digunakan sebagai uji coba.
Namun diantara sekian banyak hewan yang sering dipakai sebagai hewan coba, maka yang paling sering digunakan, yaitu mencit, kelinci dan tikus putih. Maka tidak aneh bila ada sebutan “kelinci percobaan” untuk menggambarkan pada segala sesuatu yang menjadi objek percobaan.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa hewan-hewan seperti tersebut diatas sebagai hewan terpilih diantara jenis lainnya? Hal ini disebabkan karena alasan fisiologis, yang kebetulan hewan-hewan ini bisa menjadi model simulasi yang bagus karena kondisi tubuh hwan-hewan ini mirip dengan manusia.
Dan secara fisik, hewan-hewan ini tidaklah berbeda dengan yang di pasar. Kelinci misalnya, kelinci laboratorium tidak memiliki perbedaan dengan kelinci piaraan, yang membedakan hanya nasibnya saja. Yang satu dijual di pasar untuk dipelihara di rumah, setiap hari diberikan makanan berupa wortel, sedangkan kelinci laboratorium dirawat di dalam kandang laboratorium dan disuntik obat-obatan.
Hewan Coba adalah Hewan untuk Penelitian di Laboratorium
Sesuai dengan namanya yang difungsikan sebagai hewan coba, tentunya keberadaan mereka sengaja untuk penelitian di laboratorium, bila bernasib mujur, mereka hanya dipakai sebagai binatang coba untuk penelitian ringan, misalnya untuk menguji efek penurunan kolesterol, lemak darah atau tekanan darah.
Namun jika bernasib buruk, hewan coba ini digunakan sebagai penelitian-penelitian yang menggunakan zat-zat kimia berbahaya, misalnya penelitian tentang diabetes, fungsi liver atau kanker. Bila ini terjadi, maka hewan-hewan ini harus siap menderita sakit.
Untuk meneliti efek diabetes, maka kelinci yang sehat tadi harus dibuat seperti manusia yang sakit diabetes, yang harus disuntik terlebih dahulu dengan bahan kimia tertentu yang akan membuat pankreasnya tidak menghasilkan insulin.
Untuk urusan makan, hidup hewan-hewan ini sangat terjamin. Ransumnya lebih bergizi, dan diberi makan pelet yang terbuat dari susu skim tinggi protein, kedelai, beras, kacang tanah, vitamin B kompleks dan juga mineral. Bahkan dalam sehari seekor tikus putih bisa menghabiskan sekitar 20 gram pelet.
Kebersihan kandangnya juga sangat terjamin, dengan alas tidur yang terbuat dari grajen, yaitu serbuk gergaji kayu yang empuk. Untuk kotoran tidak usah bingung, karena dua kali seminggu kandang dibersihkan, dan serbuk gergaji dioven untuk membasmi kuman.
Selama menjadi hewan coba, hewan-hewan ini tidak boleh berbaur dengan lawan jenis, apalagi kawin. Sejak berumur satu bulan, yang jantan dipisahkan dari yang betina. Pemisahan menurut jenis kelamin ini karena untuk alasan kesahihan penelitian.
Setiap interval waktu tertentu, sampel darah hewan-hewan ini diambil untuk diperiksa, pada kelinci, sampel darah biasanya diambil dari pembuluh darah di daun telinga, untuk mencit atau tikus, darah biasanya diambil dari ekor. Dari darah inilah para peneliti bisa melihat penurunan kadar gula, kolesterol, atau lemak darah sesuai dengan tujuan penelitian.
Di akhir masa penelitian, maka hewan-hewan lucu ini akan menghadapi hari kematiannya. Begitu selesai dipaksi untuk penelitian, semua hewan coba tersebut akan dimatikan, metodenya bisa menggunakan cara fisik atau dengan menggunakan bahan kimia.
Kode Etik dalam Penelitian
Karena terdapat unsur sakit didalam penelitian, maka para ilmuwan kemudian membuat kesepakatan agar metode penelitian ini tidak terlalu menyakitkan.
Di Amerika Serikat dan Jerman, misalnya, para ilmuwan memiliki kode etik dalam penggunaan hewan coba, yang sepakat bahwa hewan coba juga memiliki animal right (hak asasi hewan).
Oleh karena itu, penggunaan hewan coba harus dilakukan dengan seminimal mungkin, maka jika bisa penelitian lebih dianjurkan menggunakan model alternatif seperti menggunakan kultur jaringan.
Itu dia, sedikit informasi tentang penggunaan hewan coba dan berbagai informasi didalamnya . Semoga bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Hewan Coba"
Posting Komentar