Sukses Bisnis “Starbucks” di Jepang dengan Konsep Cultural Marketing
Siapa yang tidak kenal dengan Starbucks? Sebuah perusahaan kopi terkenal dari Amerika yang telah sukses melebarkan sayapnya di seluruh dunia, terlepas saat ini sedang terkena efek dari wabah pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, namun kesuksesan Starbucks mampu memberikan inspirasi dan pelajaran dalam membangun bisnis dan mengembangkan sayapnya di seluruh dunia, bahkan negara yang tidak memiliki riwayat dan budaya minum kopi menjadi sangat welcome dengan Starbucks . Oleh karena itu, sukses bisnis “Starbucks” di Jepang dengan konsep cultural marketing, bisa menjadi pelajaran berharga bagi Anda yang ingin mengembangkan bisnis.
Berbeda dahulu, berbeda dengan sekarang, saat ini Jepang adalah negara yang 80% warganya menjadi seorang penikmat kopi. Fenomena luar biasa, apalagi dengan kesuksesan Starbucks di Jepang yang mampu membangun gerai kopi hingga 300 gerai dan terus bertambah setiap tahunnya, menjadikan fenomena pemasaran yang harus dipelajari bagi para pelaku bisnis untuk mengembangkan bisnis yang sedang dijalaninya.
Gerai “Starbucks” di Jepang (Sumber gambar: istockphoto.com) |
Yang mengejutkan adalah Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki budaya minum teh yang sangat kuat, dan bagaimana ceritanya sehingga kopi bisa masuk dan melengkapi budaya yang ada di Jepang, bahkan sejarah pasar kopi yang ada di Jepang baru muncul sekitar tahun 1970-an. Saat itu kopi hanya disajikan di hotel berbintang dan belum menyentuh sisi terbawah masyarakat Jepang.
Mengenal Konsep “Cultural Marketing”
Cultural marketing adalah strategi dan konsep marketing yang dilakukan dengan memperhatikan sisi budaya yang ada pada masyarakat. Cultural marketing biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang ingin masuk pada sebuah wilayah, negara atau masyarakat, dimana komoditas sebagai produk awal dari suatu produk belum pernah dipakai atau sudah dikenal namun hanya sedikit yang menggunakannya.
Untuk melakukan “cultural marketing strategy”, maka perusahaan tersebut harus memahami dan mengerti berbagai perbedaan budaya dari berbagai dimensi dan menggunakan pengetahun tersebut untuk bisa mencapai tujuan pemasarannya, mulai dari aspek agama, norma sosial yang berlaku, bahasa, etika. bisnis, hukum, gaya hidup, pendidikan dan juga nilai yang berlaku di masyarakat yang dituju.
Kisah kesuksesan Starbucks menjadi salah satu contoh keberhasilan sukses bisnis dalam membangun bisnis kopi di Jepang.
Kisah Clotaire dan Nestle Menembus Pasar Jepang Sebelum Starbucks
Starbucks memang sukses mendulang pundi-pundi keuangannya di Jepang dengan banyaknya gerai kopi yang didirikannya dan bertaraf internasional di Jepang. Namun siapa yang mengira dibalik kesuksesan Starbucks, sudah ada perusahaan kopi lainnya yang mencoba masuk untuk melakukan penetrasi pasar di Jepang, meskipun belum mencapai sukses besar.
Nestle adalah salah satu perusahan internasional yang juga menginginkan keuntungan dengan mengembangkan pasar kopi di Jepang. Yang menjadi masalah adalah disaat banyak perusahaan lain berhasil memanfaatkan pasar Jepanng dan berhasil mengeruk keuntungan pasar di Jepang, hal berbeda dengan yang dialami oleh Nestle, Nestle justru gagal mendapatkan keuntungan di pasar Jepang, dan hal inilah yang membuat tim dari Nestle kecewa dan hampir putus asa.
Nestle sudah melakukan riset dan uji pasar yang menunjukkan bahwa kopi Nestle direspons dengan baik oleh sampel audiens, yang pada perkembangannya telah berhasil masuk pada masyarakat Jepang sebagai target pasar dari kopi Nestle, namun yang terjadi adalah berbanding terbaik dengan yang diharapkan, penjualan di Jepang terus merosot.
Pada suatu saat manajemen Nestle mengajak Clotaire Rapaille yang merupakan psikoanalisis Prancis terkenal (yang juga seorang peneliti tentang ikatan emosional). Clotaire kemudian melakukan penelitian di Jepang. Dari berbagai riset dan penelitian, ditemukanlah penyebab mengapa kopi Nestle tidak berkembang dan bahkan terus mengalami penurunan, hal ini disebabkan masyarakat Jepang tidak memiliki kenangan tentang kopi, karena tidak pernah meminumnya, maka orang Jepang tidak memiliki ikatan emosional dengan kopi. Mengapa bisa terjadi? Karena teh menjadi minuman utama, bahkan teh menjadi konsumsi selama ribuan tahun, hal berbeda dengan kopi yang hanya menjangkau sebagian kecil masyarakat Jepang.
Dengan melihat hasil riset tersebut, Nestle memutuskan strategi jangka panjang dengan tidak mengubah kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jepang secara langsung. Pada tahap awal, Nestle membuat permen rasa kopi yang sengaja dipasarkan untuk anak-anak. Berdasarkan instruksi dari Clotaire, Nestle harus membuat anak-anak menyukai rasanya. Tujuannya adalah untuk mengasosiasikan kopi dengan emosi yang positif.
Dengan trick tersebut menjadikan permen kopi yang diproduksi Nestle sangat populer di kalangan pemuda Jepang. Dan pada akhirnya masyarakat Jepang mulai mengenal kopi dari upaya Nestle.
Sukses Starbucks dengan Gerai Kopi di Jepang
Bisa dikatakan Starbucks sangat pandai mengambil peluang. Dengan melihat perkembangan kopi di dunia dan mempelajari bagaimana mengembangkan bisnisnya, pada akhirnya semua mata termasuk Starbucks tertuju pada Jepang. Pintar melihat peluang dilakukan Starbucks setelah melakukan dan melihat fakta di lapangan bahwa masyarakat Jepang sudah mulai welcome dengan kopi.
Sukses Starbucks sebenarnya adalah “PANDAI MELIHAT PELUANG” dari segala upaya yang telah dilakukan Nestle. Saat itu Nestle sudah merintis “generasi kopi Jepang” selama satu dekde yang sebelumnya berhasil menciptakan makanan pencuci mulut (dessert) untuk anak-anak dengan cita rasa kopi dan tidak mengandung kafein.
Tujuan pemasaran produk, adalah:
“Menciptakan imprint suatu produk dibawah sadar (unconscious mind). Saat imprint memories sudah tertancap di benak konsumen, maka dengan mudah produk yang dibuat dengan berbagai jenis varian bisa tersampaikan.”
Begitu pula yang terjadi dalam pengembangan kopi di Jepang, dan dari hal tersebut bisa didapatkan pelajaran bahwa produk baru yang tidak dikenal masyarakat tidak akan bisa sukses terjual, tanpa adanya proses pengenalan produk. Starbucks bisa meriah sukses dengan cepat, karena sudah adanya imprint memories yang sudah diristis Nestle untuk mengenalkan kopi pada masyarakat Jepang.
Itu dia sedikit informasi tentang aplikasi strategi marketing, khususnya sukses bisnis “Starbucks” di Jepang dengan konsep cultural marketing, semoga bisa menjadi inspirasi untuk Anda, bahwa kunci sukses memasarkan produk yang benar-benar baru adalah menemukan emotional attachment yang sesuai oleh masyarakat yang menjadi target pasarnya.
Belum ada Komentar untuk "Sukses Bisnis “Starbucks” di Jepang dengan Konsep Cultural Marketing"
Posting Komentar