Mengenal Suku Asmat
Papua, nama daerah ini menjadi suatu daerah yang indah dipenuhi dengan tempat wisata alamnya yang menarik, ditambah hutan yang banyak belum terjamah membuat rasa penasaran tertarik untuk datang. Mengenal Suku Asmat menjadi sebuah judul yang akan membawa kita pada suku asli Papua.
Suku Asmat (Gambar: authentic-indonesia.com) |
Di ujung timur Indonesia, di saat matahari terasa begitu menyengat, suasana hutan Papua mampu mengekalkan malam, tetapi di tempat lain pada saat bersamaan suasana begitu panas. Begitu pula saat hutan-hutan di tempat lain di Indonesia berubah menjadi lahan pertanian, namun hutan-hutan di Papua masih luas terbentang.
Suku Asmat Berasal dari Daerah Papua dengan Berbagai Tradisinya yang Masih Melekat
Suku di Papua memang sangat banyak, salah satunya adalah Suku Asmat. Kondisi Suku Asmat saat ini tentu berbeda dengan kondisi suku ini saat mulai berhubungan dunia barat pada tahun 1700-an.
Sebuah ekspedisi ilmiah yang dilakukan pada tahun 1995 menunjukkan sebuah kesimpulan bahwa kampung-kampung Suku Asmat bisa dikatakan memiliki kemajuan yang hampir sama dengan kampung-kampung di Jawa.
Perubahan yang terjadi pada Suku Asmat ini sebenarnya hal yang lumrah, hal ini disebabkan karena orang Asmat sangat mudah menerima kebudayaan lain dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Bahkan suku Asmat ini merasa tidak penting mempertimbangkan apakah kebudayaan itu baik atau buruk untuk mereka. Maka tidak heran kalau kemudian orang Asmat sangat rentan terhadap benturan budaya.
Baca juga: Upacara yang Dilakukan Orang Tionghoa.
Sebelum dimekarkan menjadi empat kabupaten, Merauke adalah tempat tinggal Suku Asmat. Namun setelah Merauke tersebut dimekarkan, Suku Asmat mendapat Kabupaten yang sama dengan dengan namanya, yaitu Kabupaten Asmat.
Hampir semua wilayah Kabupaten Asmat berada di tanah berawa. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3.000 - 4.000 milimeter per tahun. Setiap hari juga pasang surut air laut masuk ke wilayah ini. Maka tidak mengherankan bila permukaan tanahnya sangat lembek dan berlumpur.
Dengan melihat kondisi dan tekstur tanah tersebut, maka tidak mungkin dibuat jalan beraspal di atas tanah dengan kondisi seperti itu. Maka jalan yang dibuat hanya tumpukan papan di atas tanah lembek tersebut. Hal ini tentu saja membuat kendaraan bermotor tidak bisa melewati jalan ini.
Tentu saja yang paling aman adalah menggunakan transportasi air melalui sungai, mulai dari perahu, longboat dan speedboat menjadi pilihan perjalanan antar kampung dan antar kecamatan. Bahkan untuk mencari sagu dan gaharu di hutan, orang Asmat menggunakan perahu.
Moda utama transportasi masyarakat Asmat terbuat dari kayu besi yang panjangnya rata-rata delapan meter. Sepanjang badan perahu diberikan pewarna merah dan putih dengan cat bubuk kerang, sedangkan pada ujung perahu terdapat ukiran khas Asmat. Yang menjadi unik adalah mereka bisa mendayung sambil berdiri.
Yang membuat berbeda dengan penduduk Papua pedalaman yang makanan pokoknya ubi-ubian, makanan pokok Suku Asmat adalah sagu. Hampir setiap hari, mereka makan sagu yang dibentuk menjadi bulatan-bulatan yang kemudian dibakar dalam bara api. Mereka juga terbiasa menyantap ulat sagu yang hidup di batang pohon sagu. Biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar dalam bara api sebelum dikonsumsi, sedangkan sayuran dan ikan bakar hanya sebagai pelengkap.
Tradisi Mengukir Suku Asmat
Kemampuan mengukir adalah pembeda lain dari Suku Asmat. Kemampuan ini yang mempopulerkan nama suku Asmat dikalangan peneliti dan misionaris asing sejak ratusan tahun lalu.
Tradisi mengukir ini berawal dari kepercayaan suku Asmat terhadap arwah nenek moyang, maka untuk menghormati arwah nenek moyang. Untuk menghormati arwah nenek moyang, maka mereka membuat patung-patung yang menyerupai arawah nenek moyang (karwar) yang datang dalam mimpi.
Roh orang mati atau karwar tersebut diyakini tinggal di dalam patung itu, setelah diberi nama sesuai dengan nama orang yang bersangkutan dan dibuat ritus khusus, akhirnya lambat laun kepercayaan ini menciptakan tradisi mengukir dan memahat patung kayu.
Saat menyebut karwar, orang akan mengingat pada sebuah bentuk patung yang memiliki kepala besar, hidung besar, dan mata kecil dengan sikap duduk atau berdiri. Bentuk ukiran itu pun sesuai dengan pesan orang yang bersangkutran melalui roh yang menghampiri mimpi si pengukir dan anggota keluarga.
Karwar diukir sesuai dengan kemampuan, status dan watak dasar orang yang dimaksud selama hidup. Setelah digunakan dalam upacara tertentu, maka patung tersebut ditinggalkan di rawa. Cara itu adalah manifestasi posisi para arwah sebagai penjaga hutan sagu dan pohon palem yang merupakan sumber makanan utama masyarakat Asmat.
Berdasarkan buku berjudul “Realitas di Balik Indahnya Ukiran, Potret Keseharian Suku Asmat di Kecamatan Agats”, karya Dewi Linggasari (Yogyakarta: Penerbit Kunci Ilmu, Yogyakarta, 2002), patung buatan orang Asmat ini memiliki pesona yang luar biasa, yang terpancar dari ukiran-ukirannya.
Bagi orang Asmat, patung itu bukan sekedar hiasan artistik. Lebih dari itu, di setiap guratan yang halus terukir nilai sejarah yang menggambarkan hubungan mistis. Hubungan mistis ini terjalin antara orang Asmat dan arwah nenek moyang mereka di alam sana.
Arsitektur Rumah Suku Asmat
Terdapat dua jenis bentuk fisik arsitektur Suku Asmat, yaitu:
- Jew (baca: jeo atau yeo) atau rumah bujang.
- Tsjewi (dibaca: jewi) atau rumah tempat tinggal keluarga batih.
Jew memiliki tempat yang istimeaa dalam kehidupan masyarakat Asmat. Di rumah yang panjangnya bisa mencapai puluhan meter ini biasanya berlangsung upacara adat, pendidikan anak-anak, pembuatan ukiran, perencanaan perang dan pengambilan keputusan dalam skala desa, dan lain sebagainya.
Rumah untuk kaum pria ini berbentuk empat persegi panjang yang dibuat dari kayu-kayuan dan pelepah dengan pengikat tali rotan. Pada umumnya, bagian rumah ini menghadap ke sungai tempat perahu-perahu ditambatkan.
Pada awalnya, satu keluarga besar (fam) memiliki satu jew yang dikelelingi sejumlah tsjewi. Untuk memudahkan pengawasan, jew-jew ini disatukan pemerintah dalam kontek desa. Jadi dalam satu desa hanya terdapat satu jew.
Itu dia sedikit informasi tentang “Mengenal Suku Asmat”. Semoga bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Mengenal Suku Asmat"
Posting Komentar