Kompetensi, antara Isu dan Kenyataan Dalam Dunia Kerja
Satu kata ini masih menjadi isu yang selalu dan mudah diangkat, apalagi saat tahu bahwa seseorang yang menempati posisi tertentu dalam suatu pekerjaan dinilai kurang cakap. Apa itu? Ya, kompetensi antara isu dan kenyataan dalam dunia kerja yang sampai saat ini selalu digunakan untuk mencari seseorang menjadi kandidat untuk mengisi job yang kosong.
Seperti diketahui bahwa lahirnya konsep ‘kompetensi’, secara perlahan namun pasti, telah menciptakan paradigma baru dalam aktivitas rekrutmen-seleksi, khususnya dalam kegiatan bisnis.
Ilustrasi (Foto: timedoctor.com) |
Layaknya sebuah gunung es, ketrampilan dan pengetahuan merupakan kompetensi yang paling superfisial, sehingga bisa diidentifikasi dengan mudah. Namun sebaliknya, peran sosial, citra diri, sifat dan motif seperti bagian bongkahan es yang terbenam di bawah permukaan laut, yang mengakibatkan sulit untuk dikenali.
Lahirnya Konsep Kompetensi
Dalam suatu buku dengan judul “Emotional Intelligence” yang ditulis Daniel Goleman (1996). Goleman menggugat signifikansi kontribusi intelegensi akademis (IQ) terhadap sukses karir seseorang pada khususnya dan keberhasilan hidup pada umumnya. Dan dikatakannya pula bahwa pada tingkat yang paling prima, IQ hanya menyumbang 20% terhadap sukses hidup seseorang, dan sisanya 80% lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor lain, seperti faktor status sosial hingga unsur keberuntungan.
Dalam kesempatan ini Goleman memang tidak menyebut angka persentase, namun hanya menyiratkan bahwa salah satu kontributor utama terhadap sukses kehidupan dan karier seseorang adalah ‘Kecerdasan Emosional” (Emotional Intelligence) atau yang populer disebut dengan EQ.
EQ ini merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola perasaan atau emosinya, seperti bagaimana seseorang bisa memotivasi diri sendiri dan orang lain, tegar menghadapi frustasi, sanggup mengatasi dorongan-dorongan primitif dan menunda kepuasan-kepuasan sesaat, mengatur suasana hati (mood) yang reaktif, mampu berempati kepada orang lain dan sebagainya.
Saat ini, dengan adanya kebutuhan dalam rangka mencari dan berusaha mendapatkan sumber daya manusia yang tepat, maka para pengambil keputusan mulai menyempurnakan konsep kecakapan (Capability) dengan konsep yang lebih komprehensif, yaitu ‘kompetensi’ (Competency).
Kompetensi disini tidak hanya sekedar kecakapan biasa, kompetensi merupakan faktor-faktor mendasar yang dimiliki seorang best/superior performer yang membuatnya berbeda dengan average performer.
Apabila istilah kecakapan sering dipahami sebatas keterampailan teknis dan kemampuan pengetahuan seseorang. Maka kompetensi memiliki cakupan yang jauh lebih mendalam yang terdiri dari: motif, sifat, cita atau konsep diri, peran sosial, pengetahuan dan keterampilan.
Maka seperti sebuah gunug es, keterampilan dan pengetahuan merupakan kompetensi yang paling superfisial, sehingga sangat mudah diidentifikasi. Sebaliknya peran sosial, citra diri, sifat dan motif, diibaratkan bongkahan es yang terbenam di bawah permukaan laut, sehingga sangat sulit untuk dikenali.
Baca juga: Karakter Unik Konsumen Indonesia.
Tentu saja hal ini berimplikasi pada tingkat derajat kesulitan untuk mengubah masing-msing kompetensi tersebut.
Keterampilan dan pengetahuan merupakan kompetensi yang paling mudah diajarkan dan diubah, sebaliknya, peran sosial dan citra diri seseorang adalah sulit diubah dan membutuhkan waktu yang lama. Walaupun dimungkinkan, mengubah sifat dan motif seseorang merupakan sesuatu yang sangat sulit, memerlukan waktu yang lama dan mungkin membutuhkan biaya yang mahal pula.
Seperti yang disampaikan oleh Lyle & Signe Spencer dalam bukunya yang berjudul “Competence Art Work: Models for Superior Performance” (1993), faktor keterampilan dan pengetahuan memang diperlukan untuk mendukung suatu kinerja, akan tetapi untuk mencapai kinerja yang prima, seseorang juga harus memiliki empat karakter atau kompetensi di bawahnya, selain kedua faktor tersebut.
Mengingat untuk mengubah sifat dan motif seseorang merupakan sesuatu yang sangat sulit dan bahkan memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal pula, oleh karena itu, kriteria utama proses dalam seleksi rekrutmen (karyawan dan juga pejabat baru) seharusnya diarahkan pada sifat dan motif seseorang, karena keterampilan dan pengetahuan seseorang bisa lebih mudah ditingkatkan melalui pendidikan atau pelatihan.
Kompetensi Sangat Penting Untuk masa Depan
Menurut Lyle & Sign bersama David Mc Clelland, menyampaikan bahwa beberapa kompetensi sangat penting bagi eksekutif dan manajer pada organisasi masa depan “Future organization”.
Terdapat tiga kompetensi yang sangat penting untuk dimiliki para eksekutif, yaitu:
1. Berpikir strategis (strategic thinking)
Yaitu kemampuan untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang berlangsung dengan cepat, kesempatan panga pasar, ancaman kompetensi eksternal, kekuatan dan kelemahan organisasi yang dipimpinnya sendiri serta sanggup untuk mengidentifikasi respon-respon strategis terhadap ke semua tantangan tersebut secara optimum.
2. Kepemimpinan dalam perubahan (change leadership)
Merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan visi strategis dari perusahaan kepada seluruh pihak yang terkait (stakeholder), menciptakan komitmen dan motivasi yang tulus dari mereka (stakeholders), bertindak sebagai penggerak inovasi dan semangat kewirausahaan (entrepreneurship), dan mampu mengalokasikan sumber daya perusahaan secara optimal untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang lazim terjadi.
3. Pengelolaan Hubungan (relationship management)
Yaitu kemampuan untuk membina hubungan (dan juga menciptakan pengaruh) di tengah-tengah jaringan kerja yang kompleks dengan mitra usaha terkait, dan juga dengan pihak yang tidak memiliki otoritas formal namun cukup berpengaruh, seperti konsumen, serikat buruh, anggota parlemen dan lembaga swadaya masyarakat.
Sedangkan pada tingkat manajer organisasi terdapat 7 kompetensi penting yang harus dimiliki, antara lain:
1. Kelenturan (Flexibility).
Yaitu kesediaan dan kemampuan untuk mengubah struktur dan proses manajerial yang diperlukan, untuk mendukung implementasi strategi perubahan organisasi secara keseluruhan.
2. Penerapan perubahan (Change Implementation)
Yaitu kompetensi yang serupa dengan ‘Kepemimpinan dalam Perubahan”, untuk tingkat eksekutif yang merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan perubahan dalam organisasi kepada segenap mitra kerja dan juga sanggup menerapkan perubahan-perubahan tersebut dalam kelompok kerjanya sendiri melalui medium komunikasi kelompok dan sebagainya.
3. Inovasi kewirausahaan (Entrepreneurial Innovation).
Yaitu motivasi untuk memenangkan persaingan melalui penemuan jasa-jasa produk (Product services) dan proses-proses produksi (Production process) yang baru.
4. Pemahaman antar pribadi (Interpersonal Understanding).
Yaitu kemampuan untuk memahami dan menghargai masukan dan pikiran dari berbagai pihak yang saling berbeda.
5. Pemberdayaan (Empowering).
Yaitu keterampilan manajerial untuk saling membagi informasi, menggali ide-ide dari para mitra kerja secara signifikan, memberikan umpan balik yang konstruktif menyampaikan harapan-harapan positif pada bawahan, yang kesemuanya akan membuat karyawan merasa lebih berdaya dan termotivasi untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
6. Fasilitas Kelompok (Team-Facilitation)
Yaitu keterampilan untuk mengajak segenap personil dari kelompok yang berbeda-beda untuk bekerjasama secara efektif dalam rangka mencapai tujuan bersama, antara lain merumuskan peran dan tanggung jawab masing-masing secara jelas, mengendalikan mereka yang ‘banyak omong dan hiper-aktif’, membangitkkan si ‘pelit omong dan super pasif’ untuk aktif berpartisipasi menyelesaikan konflik yang muncul.
7. Kesiapan untuk berpindah-pindah (Portability)
Yaitu kemampuan untuk beradaptasi secara cepat dan sekaligus berfungsi secara efektif dalam lingkungan asing atau manca negara, sehingga setiap manajer menjadi ‘portable’ untuk penempatan dimanapun.
Itu dia sedikit informasi tentang “kompetensi antara isu dan kenyataan dalam dunia kerja”. Semoga bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Kompetensi, antara Isu dan Kenyataan Dalam Dunia Kerja"
Posting Komentar