Mana yang Benar? Kurang Darah atau Anemia Defisiensi Zat Besi?
Anda mungkin sering mendengar istilah “kurang darah”? Istilah ini sepertinya sangat menyeramkan, bahkan untuk Anda yang sehat. Terlepas benar atau salah istilah tersebut, mana yang benar? kurang darah atau anemia defisiensi zat besi?
Ilustrasi (Gambar: iStock.com/Olga Budrina) |
Bagi orang awam istilah kurang darah selama ini selalu dikonotasikan dengan volume darah yang tinggal sedikit, badan kurus kering, wajah tampak bloon atau bengong terus, dan juga tampak hilang gairah. Bahkan ada yang menyangka, penderita kurang darah terus mengeluarkan darah sehingga darahnya berkurang.
Kurang Darah Hb
Berbagai pemahaman di atas sebenarnya kurang tepat, hal ini juga sama dengan yang disampaikan T. Tjahjo Widyasmoro yang pernah dimuat dalam Majalah Intisari Edisi No. 522.
Istilah awam kurang darah bagi kondisi berkurangnya zat besi pada hemoglobin dalam sel darah merah, tersebut memiliki istilah medis “iron deficiency anemia” atau anemia defisiensi (kekurangan) zat besi.
Baca juga: Donor Darah Yuk!!!
Telepas apa pun namanya, karena gangguan tersebut disebabkan oleh berkurangnya kadar zat besi dalam sel darah merah, maka solusinya dengan menambah kadar zat besi melalui konsumsi makann.
Tugas sel darah merah (eritrosit) adalah mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, tentu saja bila jumlah sel darah merah berkurang atau tidak normal, maka tubuh bisa terkena lesu, lemah, letih, lelah dan lalai.
Kurang Darah Makan Apa?
Banyak penyebab yang membuat hemoglobin kekurangan zat besi. Secara medis terdapat tiga golongan besar yang menjadi penyebabnya, antara lain:
- Perdarahan hebat.
- Berkurangnya pembentukan sel darah merah.
- Meningkatnya penghancuran sel darah merah.
Banyak sekali kasus yang menjadi penyebabnya, seperti:
1. Perdarahan hebat.
Perdarahan hebat bisa terjadi, misalnya karena pembedahan, persalinan, pecah pembuluh darah, perdarahan hidung, wasir, atau keluar darah terlalu banyak saat menstruasi.
2. Berkurangnya pembentukan sel darah merah.
Hal ini bisa terjadi karena penyakit kronik atau kekurangan zat tertentu seperti vitamin B12, zat besi, asam folat atau vitamin C.
3. Penghancuran sel darah merah
Hal ini bisa terjadi karena pembesaran limpa, reaksi autoimun, penyakit pada hemoglobin atau thalasemia.
Menurut dr. Leane Suniar Manurung, MSc, seorang ahli gizi di Jakarta menyampaikan, bahwa penyebab anemia tidak lain disebabkan karena pola makan yang kurang tepat, dan penyebabnya juga sederhana karena orang tidak mau makan sayur.
Padahal setiap hari tubuh membutuhkan zat besi dalam kadar tertentu sesuai jenis kelamin, usia dan kondisi fisiologisnya. Zat ini dibutuhkan dalam reaksi biokimia tubuh, misalnya memproduksi sel darah merah. Kalau penyerapan dari makanan tidak cukup, bisa diambilkan dari cadangan yang diambil dari hati. Namun kalau masih kurang, tentu akan mengakibatkan gejala anemia.
Gejala anemia gizi ini sebenarnya mudah dikenali atau dirasakan. Bila selama beberapa waktu sering merasa 5L atau “lesu, lemah, letih, lelah dan lalai”, maka hal ini patut dicurigai. Apalagi bila disertai dengan sakit kepala, tidak nafsu makan dan daya konsentrasi yang menurun. Gejala lain yang sering terjadi adalah pandangan sering berkunang-kunang, terutama setelah bangkit dari duduk atau jongkok di toilet.
Terkadang terdapat tanda-tanda fisik di wajah, selaput lendir kelopak mata, bibir dan kuku yang kelihatan pucat. Bahkan pada kasus yang kronis, bentuk kuku pun mengalami perubahan seperti layu dan rapuh, sudut mulai mengalami pecah-pecah, lidah lunak dan juga sulit menelan.
Yang sering tidak disadari adalah penderita anemia sebenarnya sangat mudah jatuh sakit. Kurangnya kadar hemoglobin dan suplai oksigen di tubuh menyebabkan imunitas tubuh menjadi berkurang drastis.
Pada orang dewasa, anemia bisa menurunkan daya konsentrasi dan produktivitas di kantor, karena mengalami lemas, letih, juga sakit kepala.
Pada anak juga sangat terpengaruh, perkembangan fisik juga lambat. Pada anak di bawah usia dua tahun, kekurangan zat besi berpeluang besar munculnya kekurangan seng, hal ini mengakibatkan pertumbuhan tinggi badan terhambat sehingga menyebabkan anak bertubuh pendek.
Pencegahan anemia pada anak bisa dilakukan sejak bayi melalui pemberian ASI selama minimal enam bulan. Selain itu, anak harus dibiasakan mengonsumsi makan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, kacang-kacangan dan sayuran berwarna hijau. Bisa ditambahkan pula makanan yang bisa meningkatkan penyerapan besi di usus, seperti sayur dan buah segar yang kaya vitamin C.
Itu dia sedikit informasi tentang “mana yang benar? kurang darah atau anemia defisiensi zat besi?”. Semoga bermanfaat.
Belum ada Komentar untuk "Mana yang Benar? Kurang Darah atau Anemia Defisiensi Zat Besi? "
Posting Komentar