Mengenal AMS (Altitude Mountain Sickness)

Anda suka naik gunung? Pasti pernah mendengar istilah AMS. Bagi Anda pecinta gunung dan senang menikmati keindahan puncak gunung bahkan yang bersalju, istilah tersebut mungkin sudah snagat familier, namun bagi yang belum pernah, maka mengenal AMS (Altitude Mountain Sickness) menjadi penting, apalagi bila Anda memiliki cita-cita untuk bisa menaklukkan Himalaya.

ams-altitude-mountain-sickness
Ilustrasi (Gambar: hendriagustin.com/)

Mengenal instilah dan informasi yang berbeda dari biasanya memang sangat menarik, apalagi yang belum pernah mendengarnya. Salah satunya dari informasi yang disampaikan Budi Hartono Purnomo yang pernah dimuat juga dalam Majalah Intisari Edisi Nomor 536.

Apakah (AMS) Altitude Mountain Sickness adalah penyakit akut dan kronis?

Banyak yang mengatakan AMS (Altitude Mountain Sickness) adalah penyakit akut yang disebabkan karena ketinggian, dan penyakit inilah yang ditakuti oleh para pendaki, karena bisa menewaskan para penderitanya. Atau berdasarkan informasi lainnya merupakan sebuah kelainan neurologis yang biasanya menyerang para pendaki gunung yang berada di ketinggian yang diakibatkan karena hipoksi kronis pada tekanan parsial oksigen rendah.

AMS bisa menyerang pendaki mulai ketinggian 2.800 mdpl (meter di atas permukaan laut), tergantung kepekaan badan pendaki.

Gejala AMS muncul karena badan sudah tidak bisa beradaptasi lagi dengan kondisi di ketinggian tersebut. 

Baca juga: Sakit Kepala, Pencegahan dan Pengobatannya.

Mengapa demikian? Hal ini disebabkan makin tinggi suatu tempat, maka makin rendah kadar oksigen dan tekanan udara. Dalam kondisi tersebut, badan yang terbiasa dengan tekanan udara dan kadar oksigen normal harus bekerja keras untuk meyesuaikan diri.

Hal ini bisa diislustrasikan sebagai berikut: Bila seseorang diterbangkan dari pantai (0 mdpl) langsung menuju Puncak Everest (8.848 mdpl), maka saat keluar dari pesawat ia akan langsung diserang AMS parah. Hanya dalam hitungan menit setelah keluar dari pintu pesawat, ia akan pingsan dan meninggal dunia.

Sebetulnya badan kita memiliki kemampuan beradaptasi, asalkan diberi waktu yang cukup untuk membiasakan diri sedikit demi sedikit.

Untuk mencegah timbulnya AMS, para pendaki biasanya melakukan aklimatisasi, yaitu membiasakan diri berada di ketinggian tertentu sebelum melakukan pendakian ke tempat yang lebih tinggi.

Tiap-tiap orang memiliki kemampuan aklimatisasi berbeda-beda, tergantung kekuatan dan jam terbang pendakiannya.

Bila kita mendaki secara bertahap, maka tubuh akan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan adaptasi. Proses aklimatisasi yang baik akan menghindarkan pendaki dari AMS, meskipun begitu, setiap orang tetap memiliki ambang batas ketinggian tertentu.

Ambang batas tersebut berbeda-beda antar pendaki. Ada yang 2.800, 3.000, 3.500, 4.000 mdpl dan seterusnya. Di atas ambang ini, maka para pendaki tidak bisa lagi menghindar dari AMS.

Gejala AMS muncul karena tubuh kaget dengan kondisi yang sangat ekstrem, karena rendahnya tekanan udara dan kadar oksigen, ruangan antarsel di paru-paru dibanjiri oleh cairan tubuh. Kondisi ini disebut dengan high-altitude pulmonary oedema (HAPE).

Selain paru-paru, ruangan antarsel di otak juga bisa dipenuhi cairan, yang menyebabkan high-altitude cerebral oedema (HACE).

Karena paru-parunya dipenuhi cairan, maka penderita menjadi sulit bernapas. Tarikan napasnya cepat dan pendek-pendek. JIka ia berhenti dan beristirahat (tidak terus berjalan), napasnya akan semakin sesak. Setelah itu ia akan menderita batuk hebat. Batuknya tipe kering, rasanya sakit, sampai menimbulkan iritasi di tenggorokan. Selanjutnya, batuk kering itu akan berubah menjadi batuk berdahak. Dahak yang keluar berwarna merah muda karena bercampur dengan darah.

Gejala HACE pun juga sama, dimulai dengan pusing yang berkepanjangan, nafsu makan hilang, hingga mual dan muntah-muntah. Penderitanya juga merasa sangat capek. Pada tingkat yang makin parah, penderita akan kehilangan keseimbangan dan koordinasi, seperti orang yang sedang mabuk berat.

Gejala HAPE dan HACE ini bisa muncul sendiri-sendiri, bisa juga timbul secara bersamaan. Biasanya juga ada pemicu yang menyebabkan munculnya gejala-gejala lain, misalnya kepanasan di bawah terik matahari, dehidrasi (kurang cairan), jatuh, kepala terbentur, tidur di dalam ruangan yang berasap, minum obat-obatan tertentu, batuk, radang tenggorokan, atau flu.

Penderita biasanya hanya ingin berbaring terus, tidak melakukan apa-apa. Dalam keadaan berbaring ia merasa nyaman. Namun rasa nyaman ini hanya tipuan. Jika penderita dibiarkan terus berbaring, ia bisa koma dna meninggal dunia.

Cara paling efektif melawan AMS adalah dengan cara turun gunung saat itu juga, dan hal ini tidak bisa ditawar.

Tips Mencegah dan Mengurangi Gejala AMS

Terdapat cara pencegahan yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi gejala AMS, saat akan berangkat naik, terdapat obat-obatan yang harus dipersiapkan, antara lain:

1. Asetazolamid

Obat ini bekerja mengurangi tekanan cairan di dalam tubuh. Ia bisa membantu pendaki tidur karena mengurangi gejala sesak napas di tempat tinggi. Selain itu, juga mengurangi sakit kepala dan mual yang disebabakan oleh HACE.

Dosisnya 125 mg (setengah tablet Diamox 250 mg) setiap 12 jam. Bisa menyebabkan efek samping, yaitu kesemutan di tangan dan kaki (tidak berbahaya), serta buang air kecil lebih banyak. Karena obat ini mengandung sulfur (unsur belerang), asetazolamid tidak disarankan bagi mereka yang alergi terhadap sulfur.

2. Deksametason

Obat ini bisa mengurangi gejala AMS-HACE yang disebabkan terutama oleh kurangnya aklimatisasi, seperti kepala pusing yang berat dan berkepanjangan serta gangguan keseimbangan badan.

3. Nifedipin

Obat ini biasanya diminum oleh penderita tekanan darah tinggi. Bisa mengurangi tekanan yang berlebihan di dalam pembuluh darah arteri dan paru-paru. Dosis awal 10 mg setiap 8 jam.

Semua obat ini tergolong etikal, harus dengan resep dokter. Sebelum membawanya naik gunung, alangkah sebaiknya berkonsultasi dulu pada dokter.

Yang harus diperhatikan adalah obat-obatan di atas fungsinya adalah untuk mengurangi gejala AMS, bukan menyembuhkan. Setelah minum obat-obat ini, pendaki bisa merasa sehat kembali. Hal tersbeut bisa berbahaya kalau kemudian pendaki memutuskan untuk melanjutkan perjalanan karena merasa sudah sehat. Karena itu, sambil minum obat, penderita tetap harus turun.

Itu dia sedikit informasi tentang “Mengenal AMS (Altitude Mountain Sickness)”. Semoga informasi tersebut bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Mengenal AMS (Altitude Mountain Sickness)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel