Pisang Abaka, Dibudidayakan Sebagai Bahan Baku Kertas

Selama ini kita mengenal pisang sebagai tanaman penghasil buah pisang. Namun kali ini ada yang menarik, kalau biasanya pembudidayaan tanaman pisang, khusus untuk diambil buahnya. Namun berbeda dengan pisang abaka, dibudidayakan sebagai bahan baku kertas.

pisang-abaka-dibudidayakan-sebagai-bahan-baku-kertas
Ilustrasi (Gambar: KalderaNews/Ist)

Nama pisang abaka memang tidak populer bahkan kurang dikenal, berbeda dengan nama pisang lainnya seperti pisang raja, pisang ambon atau bahkan pisang susu. Informasi tentang budidaya pisang abaka pun hanya diketahui dari beberapa catatan, seperti yang disampaikan oleh M. Sholekhudin yang pernah dimuat dalam Majalah Intisari Edisi Nomor 525.

Budidaya Pisang Abaka

Pisang abaka memiliki nama latin “Musa textilis”, yang terkadang disebut juga dengan pisang manila.

Dapat diakui pisang abaka memang tidak begitu populer di Indonesia, hal ini juga disebabkan pisang ini jarang dijumpai, kecuali di beberapa daerah di Sulawesi, sebagian Kalimantan dan Banyuwangi.

Pisang abaka memang bukan tanaman rakyat yang banyak ditanam masyarakat atau oleh para petani, seperti tanaman pisang yang sering kita temui.

Pisang abaka pada dasarnya adalah pisang industri, yang ditanam oleh perusahaan perkebunan yang memasok batang pisang sebagai bahan baku kertas.

Baca juga: Pisang Goreng dari Indonesia Menjadi Dessert Terbaik di Dunia.

Pisang ini ada yang menyebut berasal dari Filipina, namun sebagian kalangan masyarakat menyatakan bahwa pisang ini berasal dari kepulauan Sangir dan Talaud, wilayah Sulawesi Utara yang berdekatan dengan Mindanao, Filipina Selatan.

Tentang kebenarannya, memang tidak ada yang tahu. Namun sampai saat ini diketahui bahwa Filipina merupakan negara sebagi penghasil serat pisang abaka terbesar di dunia.

Karena banyak ditemukan di Pilipina, maka pisang ini terkadang disebut sebagai Musa mindanauensis.

Orang Talaud menyebutnya dengan walzi, sedangkan penduduk Sangir mengenalnya sebagai balri atau Hote. Di Minahasa, Sulawesi Utara, pisang ini memiliki banyak nama, antara lain kofo sangi, pisang benang, atau pisang manila. Di Jawa Barat, pisang ini disebut dengan cau manila.

K. Heyne, seorang ahli botani dari Belanda, dalam bukunya, “Tumbuhan Berguna Indonesia”, yang merupakan terjemahan, mencatat bahwa tanaman ini pernah dibudidayakan secara massal di Besuki, Situbondo, Jawa Timur pada tahun 1915 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tidak lama kemudian dilakukan percobaan penanaman di Lampung. Namun, karena komoditi ini tidak begitu menguntungkan secara ekonomis, akhirnya kebun abaka dibabat habis, digantikan dengan kebun karet yang produknya lebih mudah dijual.

Secara taksonomi, pisang ini masih satu keluarga dengan pisang-pisang yang dimakan buahnya, yaitu famili Musaccae. Bentuknya pun sangat mirip dengan pisang-pisang lainnya, dengan tinggi pohon yang relatif sama.

Yang membedakan, warna batangnya yang keunguan. Warna hijau daun pisang abaka sedikit lebih tua daripada pisang-pisang kebanyakan. Daunnya juga cenderung lebih tegak, membentuk huruf V, tidak menjuntai seperti seperti kebanyakan daun pisang jenis lainnya.

Buahnya pun kecil-kecil dan berbiji, seperti buah pisang batu yang biasa dipakai untuk bumbu rujak, dengan rasanya yang sepat. Meskipun sudah matang, buah pisang abaka tetap tidak enak untuk dimakan, bahkan meskipun dilakukan olahan lain, seperti dibuat selai, keripik, dan jenis olahan lainnya.

Meskipun begitu, terdapat kelebihan pisang abaka bila dibandingkan dengan psang lainnya, karena pisang abaka bukan ditanam untuk diambil buahnya, namun untuk diambil batangnya.

Batang pisang abaka menghasilkan serat yang sifat fisiknya kuat, tahan lembab dan tahan air asin. Karena sifat tersebut, maka serat abaka bisa dipakai sebagai bahan baku bermacam-macam kebutuhan manusia sehari-hari. Salah satunya untuk tekstil. Hal ini yang menyebabkan pisang ini dinamai Musa textilis. 

Contoh dari produk tekstil berbahan abaka adalah pakaian tagalog (pakaian tradisional Filipina). Di Indonesia, kain tenun tradisional berbahan serat abaka juga bisa dijumpai di Desa Wisata Using, Glagah, Banyuwangi.

Selain sebagai bahan sandang, serat abaka juga bisa dipakai sebagai bahan baku kertas yang punya ketahanan tinggi terhadap kelembaban dan juga awet disimpan dalam jangka waktu yang lama, seperti kertas gambar, peta, bungkus teh celup, koran, peredam suara di badan kapal terbang, uang kertas dan juga dokumen penting lainnya.

Dolar Amerika Serikat dan Yen Jepang merupakan contoh uang berbahan serat abaka.

Proses Pembiakan Pohon Pisang Abaka

Secara alami, pisang abaka berkembang biak melalui tunas, yang sama dengan pisang lainnya. Dalam satu tahun, satu induk abaka bisa menghasilkan sekitar 20 tunas. Dalam skala perkebunan, tunas abaka diperbanyak dengan teknik kultur jaringan (perbanyakan bibit dengan bioteknologi).

Dengan teknik kultur jaringan, satu tunas abaka bisa menghasilkan tunas baru yang jumlahnya ratusan hingga ribuan kali lipat bila dibandingkan dengan cara alami. Tentu saja ribuan bibit ini sifatnya seragam satu dengan yang lain.

Selain melalui tunas, abaka juga bisa diperbanyak melalui biji. Hal ini yang membedakannya dari pisang jenis lainnya yang umumnya tidak memiliki biji.

Baca juga: Jambu Air Citra, Jambu Asli Indonesia.

Biasanya, perbanyakan melalui biji ini dilakukan oleh para pemula tanaman untuk mendapatkan abaka dengan sifat-sifat baru yang berbeda dari induknya.

Jika ia ditanam dari tunas yang berasal dari bonggol, maka sifat anaknya akan persis sama dengan induknya. Namun jika ditanam dari bijinya, anakannya akan memiliki sifat yang berbeda dari induknya.

Abaka sangat mudah tumbuh di wilayah tropis seperti di Indonesia dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Di Sulawesi, pohon pisang abaka ini banyak tumbuh liar di hutan.

Seperti pisang pada umumnya, maka abaka biasanya tumbuh bergerombol. Satu pohon induk menghasilkan beberapa anakan yang akan tumbuh di sekeliling induknya. Di perkebunan, satu rumpun abaka biasanya terdiri atas sekitar sepuluh batang.

Saat pohon abaka mulai matang secara fisiologis, abaka siap dipanen. Usia kematangan fisiologis ini ditandai dengan munculnya daun bendera. Disebut daun bendera karena daun ini posisinya di tengah, tangkainya tegak, dan daunnya yang masih muda berkibar seperti bendera.

Abaka dipanen dengan cara ditebang batangnya, jika dalam satu rumpun ada 10 batang, biasanya dipanen 6 atau 7 batang. Sama halnya dengan pisang lainnya, setelah ditebang, tunas abaka akan muncul menjadi batang baru. Batang ini, bila cukup umur, bisa dipanen lagi kemudian menghasilkan tunas baru lagi. Satu rumpun pisang abaka bisa dipanen sampai 5 tahun.

Daun hasil panenan bisa dimanfaatkan seperti daun pisang pada umumnya. Jika ada buahnya, bagian ini dibuang begitu saja. Batangnya diambil untuk diolah. Hal ini tentu saja berkebalikan dengan pisang lain yang begitu buahnya dipanen, batangnya ditebang dan dibuang begitu saja.

Pengambilan serat dari batang abaka dilakukan dengan cara manual yang sederhana. Seratnya diambil dengan cara lapisan-lapisan batangnya dikupas terlebih dahulu.

Pada proses pengambilan serat, lapisan pelepah ini dipisahkan satu demi satu. Setelah itu pelepah-pelepah tersebut distrip seperti disisiri, dengan alat yang mirip garpu tersebut sampai dihasilkan serat-serat panjang seperti benang. Benang-benang abaka ini kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di bawah sinar matahari. 

Benang inilah yang selanjutnya diolah. Dalam skala industri, serat ini kemudian diolah menjadi tekstil tau pulp untuk bahan kertas.

Bila pengolahannya masih tradisional, serat abaka ini diperlakukan seperti benang kapas, ditenun menjadi kain. Untuk memberi warna pada kain hasil tenunan, benang-benang itu sebelumnya diberi pemutih atau pewarna lebih dulu. Jika tidak diberi pemutih, maka warna kainnya krem kusam, seperti kusamnya uang dolar.

Itu dia sedikit informasi tentang pisang abaka, dibudidayakan sebagai bahan baku kertas. Semoga informasi tersebut bermanfaat. 

Belum ada Komentar untuk "Pisang Abaka, Dibudidayakan Sebagai Bahan Baku Kertas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel